4 Tips Menebus 'Dosa' Orang Tua pada Anak
Gambar Ilustrasi/ Net.
Oleh: Linda Satibi
Seberapa Banyak Anak Tangga yang Terlewat pada Masa Kecil Anak?
Rasanya hati ini ngilu saat menjawab pertanyaan tersebut.
Betapa tidak? Ada sekian momen yang terlewat tanpa saya optimal di dalamnya.
Ketika melihat foto masa kecil anak-anak, rasanya ingin kembali ke masa itu.
Sayangnya, waktu tak mungkin berulang.
Dalam kelas-kelas parenting, biasa disampaikan bahwa
menghadapi anak-anak pada masa remaja, sangat bergantung pada bagaimana orang
tua membersamai pada masa kecilnya. Kedekatan dan kehangatan pada masa kecil
dalam keluarga, berpengaruh signifikan pada pola perilaku remaja.
Lalu bagaimana bila bounding dengan anak kurang erat saat
masa kecil?
Ibarat tangga sejarah kehidupan anak, mungkin sekarang
posisinya sudah berada di anak tangga yang tinggi. Nah berapa banyak anak
tangga di bawahnya yang terjejak tanpa kita, orang tuanya, membersamai di
setiap undaknya? Apakah berlaku peribahasa "Nasi sudah menjadi bubur"?
Ternyata kondisi 'bubur' itu bukan berarti kiamat.
Harapan tentu masih ada, selama kita berusaha untuk menambal bolong-bolong
cinta pada masa lalu. Setidaknya, ada 4 hal yang perlu diperhatikan para orang
tua.
Pertama, perbaiki pola asuh
yang terlanjur kurang tepat. Tentu ini bukan hal mudah, namun bukan juga hal
mustahil. Mengapa dibilang tak mudah? Karena biasanya anak telah memiliki frame
yang sudah tercetak di benaknya. Mereka merasa orang tuanya memang agak
berjarak, sehingga muncullah rasa enggan mendekat. Kita tak boleh menyerah
menghadapi anak yang kurang responsif. Teruslah konsisten menata komunikasi
agar chemistry berangsur terbentuk.
Kedua, hilangkan rasa gengsi atau
enggan mengaku salah. Mungkin kita dulu tak ada saat anak pertama kali
memenangkan permainan kelereng, atau hanya sekilas memujinya saat ia menjadi
dirigen pada upacara bendera di sekolah, atau juga acuh tak acuh ketika ia
terpeleset dan ditertawakan teman-temannya, dan momen-momen penting lainnya.
Tebuslah keabaian tersebut dengan senantiasa lebih
memerhatikannya dengan tulus. Ketika anak mengernyit karena merasa 'aneh'
dengan perhatian itu, tanggapi saja dengan senyum. Sampaikan saja bahwa
sekarang kita ingin memastikan selalu ada untuk mereka. Saat anak merespons
dingin, jangan terbawa emosi. Yakinkan diri bahwa kehilangan momen pada masa
lalu tidak lagi terulang.
Ketiga, upgrade diri dengan asupan
ilmu parenting. Buku-buku parenting, materi-materi parenting di internet,
hingga kelas-kelas parenting merupakan sarana untuk memperkaya wawasan. Dan
tentu saja, bukan sekadar menjadi teori yang diketahui, tetapi harus
dipraktikkan. Sekali lagi, jangan hanya semangat di awal. Namun jagalah
semangat itu agar terus menyala.
Terakhir dan terpenting, doa
yang tak pernah putus. Hanya kepada Allah kita bergantung. Selalu mohon
petunjuk-Nya akan membuat hati lebih tenang. Dengan selalu melibatkan Allah,
kita pun meyakini bahwa anak adalah amanah dari-Nya, maka kita harus
benar-benar menjaga, mendidik, dan membimbingnya sesuai aturan-Nya.
Semoga kesungguhan kita dalam melaksanakan pola asuh dan
pola didik untuk anak-anak, akan menghasilkan generasi yang lebih baik.
Generasi berkualitas dengan keseimbangan IQ, EQ, dan SQ. Tetap semangat,
ayahbunda!
Artikel ini telah
tayang juga di Voa-Islam.com
Leave Comments
Post a Comment
Anda boleh berkomentar sesuai dengan tema artikel di atas. Lain dari itu, komentar Anda tidak akan dipublikasikan. Terimakasih.