dakwah
new
Dahsyatnya Tipu Daya dan Perangkap Iblis kepada Penguasa
Monday, August 8, 2016
0
#ustManatahan - IBNUL Jauzi atau Abu al-Faraj ibn al-Jauzi
(508 H-597 H) adalah seorang ahli fikih, sejarawan, ahli tata bahasa, ahli
tafsir, pendakwah, dan syaikh yang merupakan tokoh penting dalam berdirinya
kota Baghdad dan pedakwah Ahlus Sunnah yang terkemuka di masanya. Garis
keturunan (nasab) keluarganya apabila ditelusuri akan mencapai kepada sahabat
nabi Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Sebagai seorang ulama, Ibnul Jauzi telah menulis sekitar 300
buku ilmiah yang mencerahkan bagi umat. Salah satu buku yang sangat terkenal
adalah Talbis Iblis. Di dalam buku tersebut, ada satu bab yang mengulas tetang
bagaimana perangkap iblis terhadap penguasa. Hal ini sangat penting dibahas,
guna mengukur dan mewaspadai para penguasa dari perangkap iblis dalam
menjalankan pemerintahannya. Berikut ini kutipan selengkapnya.
Iblis memperdayai para penguasa dari berbagai sisi. Kami
sebutkan sebagian di antaranya yang penting-penting:
1) Iblis membisikkan kepada mereka bahwa Allah mencintai
mereka. Andaikan Allah tidak mencintai, tentunya Dia tidak akan mengangkat
mereka menjadi penguasa dan menjadikan mereka sebagai wakil-Nya di tengah
hamba-hamba-Nya. Kalau pun mereka itu benar-benar wakil Allah, mestinya mereka
menerapkan hukum-hukum-Nya dan mencari keridhaan-Nya. Pada saat itulah mereka
merupakan orang-orang yang dicintai Allah karena taat kepada-Nya.
Tidak jarang kekuasaan dan kerajaan diberikan kepada orang
yang justru dibenci-Nya. Dia juga menghamparkan duni kepada orang yang
sebenarnya tidak dilihat-Nya, lalu membuatnya berkuasa terhadap orang-orang
shalih. Karena berkuasa, para raja itu membunuhi orang-orang yang shalih dan
wali-wali Allah, sehingga apa yang dilimpahkan Allah keapda mereka merupakan
dosa bagi mereka dan bukan merupakan anugrah bagi mereka. Yang demikian inilah
yang termasuk dalam firman Allah,
إِنَّمَا
نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا
“Sesungguhnya Kami memberi tangguh
kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka.” (Ali imran: 178)
2) Iblis berkata kepada mereka, “Kekuasaan itu memerlukan
pamor.” Karena itu mereka pun bersikap takabur, tidak mau mencari ilmu, duduk
bersama para ulama, mengamalkan pendapat para ulama dan agama.
Sebagaimana yang sudah diketahui, tabiat itu mencuri dari
orang-orang yang berdekatan. Jika para penguasa yang lebih mementingkan
keduniaan ini bergaul dengan orang-orang yang tidak mengetahui syariat, maka
tabiat akan mencuri dari orang-orang yang bodoh itu dengan segala sifat yang
dimiliki, tidak mau melihat apa pun yang menghalanginya, tidak mau mendengar
apa pun yang menghardiknya, dan ini semua merupakan penyebab kehancuran.
3) Iblis membuat para penguasa itu selalu merasa takut
terhadap musuh, memerintahkan agar mereka mengokohkan pertahanan, agar apa yang
ada di tangan tidak bisa terjarah.
Abu Maryam Al-Asady meriwayatkan dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
مَنْ وَلاَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ
فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ
وَفَقْرِهِمُ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ
حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ
“Barangsiapa yang diangkat Allah
menjadi waliyul-amri dari sebagian urusan orang-orang Muslim, lalu dia tidak
memenuhi kebutuhan, keperluan dan kefakiran mereka, maka Allah Azza wa Jalla
tidak akan memenuhi kebutuhan, keperluan dan kefakirannya.” (Diriwayatkan Abu
Daud, Al-Hakim dan Ath-Thabrany).
4) Mereka mengangkat orang-orang yang tidak mumpuni dari
mereka yang tidak mempunyai ilmu dan tidak kuat, lalu dengan mudah dia
menguasai mereka untuk menzhalimi manusia, memberi gaji dari hasil yang haram,
bersikap keras kepada orang yang seharusnya tidak diperlakukan seperti itu, dan
mereka pun mengira akan terbebas dari hukuman Allah, karena mereka hanya
sebagai pembantu penguasa. Sama sekali tidak, jika seorang penanggung jawab
zakat mengangkat orang-orang fasik untuk membagi-bagikan zakat dan mereka
berkhianat, maka penanggung jawab zakat itu juga akan dimintai tanggung jawabnya.
5) Iblis membujuk mereka untuk bertindak menurut pikirannya.
Maka mereka memberikan bagian kepada orang yang sebenarnya tidak boleh diberi
bagian, membunuh orang yang sebenarnya tidak boleh dibunuh, lalu mereka
beranggapan bahwa semua ini utnuk pertimbangan politik. Lebih jauh lagi, mereka
beranggapan bahwa syariat Islam masih ada yang kurang, sehingga perlu
dilengkapi. Karena itu kita bisa melengkapinya dengan pendapat kita.
Ini merupakan tipu daya yang paling buruk. Sebab syariat
merupakan aturan Ilahi. Jelas tak mungkin ada celah dalam aturan Ilahi, yang
dimaksudkan untuk mengatur makhluk. Firman Allah,
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ
شَيْءٍ
“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun
di dalam Al-Kitab.” (Al-An’am: 38).
وَاللَّهُ
يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ
وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan, Allah menetapkan hukum
(menurut kehendak-Nya), tidak ada yang menolak ketetapan-Nya.” (Ar-Ra’d: 41).
Seorang politikus yang menganggap ada celah di dalam
syariat, sama dengan kufur. Ada riwayat yang sampai kepada kami, bahwa ada
seorang penguasa yang jatuh hati kepada seorang gadis. Hatinya benar-benar
galau memikirkan gadis tersebut. Lalu dia memerintahkan agar menenggelamkan
gadis itu, agar hatinya tidak lagi terganggu, lalu dia pun terganggu dalam
mengurus negara. Tentu saja ini merupakan tindakan yang gila. Sebab membunuh
orang Muslim tanpa ada kejahatan yang dilakukannya adalah tidak boleh.
Keyakinannya bahwa tindakannya ini diperbolehkan adalah kufur. Jika dia melihat
tindakan ini tidak boleh, namun dia melihatnya dari segi kemaslahatan, maka
tidak ada istilah kemaslahatan untuk sesuatu yang bertentangan dengan syariah.
6) Iblis membisikkan kepada mereka untuk menguasai harta,
dengan anggapan bahwa semua harta ada dalam kekuasaannya. Ini merupakan talbis
Iblis, yang bisa disingkap dengan kebiasaan manusia untuk bersikap ekonomis
dalam membelanjakan uangnya sendiri. Lalu bagaimana dengan seorang upahan yang
diperintahkan untuk menjaga harta orang lain? Dia boleh mendapat bagian uang
menurut kadar pekerjaannya dan tidak mempunyai kekuasaan untuk mempergunakan
harta yang dipercayakan kepadanya.
Ibnu Aqil berkata, “Telah diriwayatkan dari Hammad, bahwa
dia pernah melantunkan beberapa bait syair di hadapan Al-Walid bin Yazid. Lalu
Al-Walid memberinya lima puluh ribu dirham dan dua budak. Dia berkata, “Ini
terjadi karena dia menyampaikan pujian terhadap Al-Walid, yang sebenarnya
merupakan celaan baginya, sebab dia telah menghambur-hamburkan uang yang
diambil dari Baitul-mal milik orang-orang Muslim.”
Kebalikan dari menghambur-hamburkan uang adalah mencegah
pemberian harta kepada orang yang berhak menerimanya.
7) Iblis membisikkan kepada mereka untuk melakukan
kedurhakaan dan memperdayai mereka bahwa tindakan mereka yang mengamankan
keadaan negara bisa mencegah mereka dari hukuman macam apa pun (kebal hukum,
red.). Untuk menanggapi hal ini dapat dikatakan, “Kalian diangkat sebagai
waliyul-amri agar kalian menjaga stabilitas negara dan mengamankan jalan-jalan.
Ini merupakan kewajiban kalian. Kedurhakaan yang kalian lakukan tetap dilarang
dan hal ini tidak ada keringanan bagi kalian.”
8) Iblis memperdayai mayoritas di antara mereka, bahwa
mereka telah melaksanakan apa yang diwajibkan. Hal ini bisa dilihat bahwa
segala permasalahannya sudah berjalan sebagaimana mestinya. Padahal kalau
disimak lebih lanjut, di sana masih banyak terdapat celah yang harus dibenahi.
9) Iblis menjadikan mereka memandang bagus tindakan mereka
yang mermpas harta, memerintahkan manusia untuk mengeluarkan harta lewat pajak
yang mencekik leher, lalu mengangkat orang-orang yang suka berkhianat. Padahal
seharusnya seorang penguasa menindak secara nyata siapa pun yang berkhianat.
Kami meriwayatkan dari Umar bin Abdul-Aziz, bahwa ada
seorang pemuda yang menulis surat kepadanya, “Sesungguhnya ada beberapa orang
yang berkhianat dalam mengurus harta Allah. Aku tidak sanggup lagi meminta
kembali apa yang ada di tangan mereka, kecuali dengan cara kekerasan.”
Lalu Umar bin Abdul-Aziz menulis surat balasan, yang isinya,
“Andaikata orang-orang itu bertemu Allah dalam keadaan berkhianat, itu lebih
kusukai daripada aku menemui mereka, sedang mereka dalam keadaan berlumuran
darah.”
10) Iblis menjadikan mereka memandang bagus tindakan mereka
yang mengeluarkan uang setelah marah-marah. Menurut pandangan mereka, hal ini
dapat menghapus apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Iblis berkata,
“Shadaqah senilai satu dirham dapat menghapus dosa sepuluh kali arah.” Tentu
saja ini sesuatu yang mustahil. Dosa karena marah tetap ada, dan shadaqah satu
dirham yang dikeluarkan, karena marah, tidak mendatangkan pahala. Shadaqah itu
harus dikeluarkan dari sesuatu yang halal, dan juga tidak dapat mengenyakan
dosa marah. Sebab memberi seorang fakir tidak bisa menghapus dosa yang
dilakukan terhadap orang lain.
11) Iblis menjadikan mereka memandang bagus kedurhakaan yang
dilakukan terus-menerus, dengan cara mengunjungi orang-orang shalih dan meminta
doa kepada mereka. Dalam pandangan mereka, hal ini bisa meringankan dosa karena
kedurhakaan yang dilakukan. Perlu diketahui, kebaikan semacam ini tidak bisa
menghapus kejahatan.
12) Di antara mereka ada yang bertindak demi atasannya, lalu
memerintahkannya untuk berbuat zhalim. Maka Iblis memperdayainya dengan
berkata, “Dosanya akan ditanggung atasanmu dan bukan ada di pundaku.” Tentu
saja ini anggapan yang batil. Sebab dia termasuk orang yang membantu kezhaliman
atau kedurhakaan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melaknat sepuluh
orang yang berkaitan dengan khamr, juga melaknat pemakan riba, wakilnya,
penulisnya dan saksinya. Yang serupa dengan ini adalah mengumpulkan harta bagi
atasannya, padahal dia tahu atasannya akan menghambur-hamburkan uang tersebut
dan berkhianat. Yang demikian ini juga disebut membantu kezhaliman. Malik bin
Dinar berkata, “Cukuplah seseorang disebut pengkhianat selagi dia melindungi
suatu pengkhianatan.”
Sumber: Panjimas, Talbis Iblis, karya Ibnul Jauzi. [Iyan]
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment
Anda boleh berkomentar sesuai dengan tema artikel di atas. Lain dari itu, komentar Anda tidak akan dipublikasikan. Terimakasih.