Tiga Syarat Taubat Agar Diterima Allah SWT
Ilustrasi |
Oleh: ustManatahan
Imam An-Nawawi dalam kitabnya Riyadhus Shalihin, menyatakan, apabila maksiat yang dilakukan seseorang berkaitan dengan Allah, dan tidak ada sangkut-pautnya dengan hak orang lain, maka taubat yang dilakukan harus memenuhi tiga syarat.
Pertama, menghentikan perbuatan
maksiat tersebut. Kedua, menyesali tindakan maksiat. Ketiga, bertekad
tidak akan mengulangi perbuatan itu selamanya.
- Dalam Surah Hud ayat 3 Allah berfirman. "Dan hendaklah kalian memohon ampun kepada kalian (sesame manusia) dan bertaubat kepada-Nya. (Allah)"
- At-Tahrim ayat 8 Allah memerintahkan. "Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya."
- Dari Abu Hurairah, dia mengatakan aku mendengar Rasulullah SAW bersabda. "Demi Allah, aku beristighfar dan bertaubat kepadanya lebih dari 70 kali setiap hari."(HR Al Bukhari).
- Dari Al Azhar bin Yasar al-Muzani, dia mengatakan Rasulullah SAW bersabda. "Wahai sekalian manusia bertobat lah kepada Allah dan mohonlah ampun kepadanya. Sungguh aku bertaubat 100 kali dalam sehari." (HR Muslim)
- Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al Anshari, pelayan Rasulullah dia mengatakan Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh Allah lebih bahagia atas taubat hambanya daripada kebahagiaan orang yang menemukan kembali untanya yang hilang di tengah padang pasir." (Mutaf Alaih).
Adapun mengenai kesalahan/dosa yang berkaitan dengan manusia,
seperti dikemukakan di poin pertama diatas, misalnya:
Pertama, jika seseorang berutang kepada orang lain,
maka untuk mendapatkan ampunan Allah SWT, ia harus membayar utangnya itu kepada
yang mempiutanginya. Demikian pula, jika dalam perbuatan dosanya terdapat
hak-hak Allah SWT (huquq Allah), ia harus menunaikan hak-hak tersebut sesuai
dengan ketentuan Islam.
Kedua, seseorang yang melakukan dosa
zina, ia harus menjalani hukuman, didera sebanyak seratus kali, dan
jika pelaku zina itu orang yang telah pernah kawin secara sah, maka ia
harus menerima hukuman rajam sampai mati.
Dengan terlaksananya hukuman tersebut barulah dosanya
akan diampuni Allah SWT.
Di dalam hadis yang diriwayatkan dari Imran bin Husain
disebutkan, “Seorang perempuan dari suku Juhainah yang sedang hamil karena
berzina telah datang kepada Rasulullah SAW sembari berkata, ’Hai Nabi Allah, saya
harus menjalani hukuman (karena zina), maka lakukanlah hukuman itu atasku.’
Rasulullah SAW mengimbau walinya sambil berkata, ’
Berlaku baiklah kepadanya. Apabila dia telah melahirkan, bawalah dia kepadaku.’
Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan agar pakaiannya diperketat, lalu beliau
memerintahkan merajamnya, dan beliau melakukan salat jenazah atas jenazahnya.”
Terkait perbuatan Rasulullah ini, Umar bin al-Khattab
bertanya, “Mengapa engkau melakukan salat jenazah atasnya hai Rasulullah,
bukankah ia telah berzina?”
Rasulullah SAW menjawab, “Dia telah bertobat dengan suatu
tobat, yang seandainya dibagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah,
niscaya mereka akan diliputinya. Dan apakah engkau mendapatkan yang lebih baik
daripada orang yang menyerahkan dirinya untuk Allah?” (HR. Muslim).
Muhammad bin Isma'il al-Kahlani as-San‘ani mengatakan,
hadis ini menjadi dalil bahwa tobat tidak menghilangkan kewajiban menerima
hukuman. Inilah pendapat yang paling kuat di antara dua pendapat dalam Mazhab
Syafi‘i dan ini pula pendapat jumhur ulama.
Leave Comments
Post a Comment
Anda boleh berkomentar sesuai dengan tema artikel di atas. Lain dari itu, komentar Anda tidak akan dipublikasikan. Terimakasih.