Keterlibatan Menteri Dalam Bisnis PCR, KAMI: Presiden Gagal Mengelola Jalannya Pemerintahan

JAKARTA – Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyoroti bisnis (Polymerase Chain Reaction) PCR di tengah pandemi Covid-19 yang tak henti-hentinya menjadi polemik publik. Pasalnya bisnis PCR ini diduga melibatkan menteri pemerintahan Jokowi.

Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin, saat Deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (18/08/2020). 

”Peran ganda para pejabat di masa pandemi, yaitu berperan sebagai pengambil keputusan dan kebijakan penanganan pandemi sekaligus juga menjadi pelaku bisnis terkait obat Covid-19 dan jasa PCR menunjukkan kepada masyarakat bahwa para pejabat negara yang seharusnya menunjukkan kepedulian besar pada rakyat yang sedang kesulitan hidup, justru terlibat dalam konflik kepentingan,” tulis pernyataan KAMI sebagaimana dilansir Hidayatullah.com, Sabtu (13/11/2021).

Pernyataan ini telah ditandatangani Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, dan Din Syamsuddin.

”KAMI menyampaikan keprihatinan atas fakta-fakta tersebut yang amat mendesak untuk diperbaiki oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara,” tandas Gatot Nurmantyo.

Lebih lanjut Dia menyatakan bahwa pandangan yang disampaikan KAMI sebagai sarana kepada pemerintah itu adalah; pertama, cengkeraman oligarki pemangsa (Predator Oligarch) dalam kehidupan negara telah membuat bangsa Indonesia terperosok dalam jurang kehancuran ekonomi.

”Bersatunya elite ekonomi dan politik telah menyebabkan ekonomi nasional telah diselenggarakan secara serampangan dan brutal. Seharusnya pemerintah mengembalikan tata kelola ekonomi nasional dan sumber daya alam demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai nilai-nilai sila ke-5 Pancasila dan konstitusi,” ungkapya.

Kedua, presiden telah gagal dalam mengelola jalannya pemerintahan karena kondisi demokrasi, ekonomi, HAM, serta praktik-praktik rente kebijakan dan korupsi semakin hari semakin memburuk tidak terkendali.

Kepemimpinan nasional dalam menangani pandemi yang ditunjukkan kepada rakyat adalah kepemimpinan yang mengabaikan moral (moral disengagement) yang menunjukkan keserakahan di tengah derita pandemi.

Dikatakan, kepemimpinan nasional tidak fokus memikirkan nasib rakyat, dan tidak memiliki kemampuan yang sesuai dengan tantangan dan beratnya persoalan hari ini untuk melakukan langkah-langkah perbaikan demi menyelamatkan Indonesia.

Ketiga, dengan Mahkamah Konstitusi (MK) menerima Judicial Review atas UU No.2 tahun 2020 maka seharusnya pemerintah semakin transparan dan akuntabel, serta sungguh-sungguh melakukan pengusutan atas potensi-potensi kerugian negara dari perilaku korupsi maupun perilaku rente atas kebijakan-kebijakan penanganan pandemi.

Dengan semangat demokrasi, pemerintah juga harus membuka ruang seluas-luasnya kepada publik untuk mengawasi penggunaan anggaran penanganan pandemi.

”Terkait dengan putusan MK bahwa status pandemi Covid-19 harus dinyatakan paling lambat akhir tahun ke-2 (akhir tahun 2021), maka anggaran Covid yang disusun berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2020 selanjutnya harus dengan persetujuan DPR,” tuturnya. (**)
Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Anda boleh berkomentar sesuai dengan tema artikel di atas. Lain dari itu, komentar Anda tidak akan dipublikasikan. Terimakasih.

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel