artikel
dakwah
new
Politik Islam dan Politik Jahiliyyah
Wednesday, November 1, 2017
0
Dalam buku Fikih Politik Menurut Imam Hasan
Al-Banna, Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris menulis: ”Jadi politik itu terbagi
menjadi dua macam: politik syar’i (politik Islam) dan politik non syar’i
(politik non Islam). Politik syar’i berarti upaya membawa semua manusia kepada
pandangan syar’i dan khilafah (sistem pemerintahan Islam) yang berfungsi untuk
menjaga agama (Islam) dan urusan dunia. Adapun politik non syar’i atau politik
versi manusia adalah politik yang membawa orang kepada pandangan manusia yang diterjemahkan
ke undang-undang ciptaan manusia dan hukum lainnya sebagai pengganti bagi
syari’at Islam dan bisa saja bertentangan dengan Islam. Politik seperti ini
menolak politik syar’i karena merupakan politik yang tidak memiliki agama.
Sedangkan politik yang tidak memiliki agama adalah politik jahiliyah.”
Semenjak tahun 1924 ummat Islam tidak lagi hidup di
bawah naungan sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya.
Bahkan di berbagai penjuru dunia Islam dideklarasikan berdirinya negara-negara
dengan konsep nation-state (negara-kebangsaan). Mulailah kaum muslimin mengekor
kepada negara-negara kafir yang mengkotak-kotakkan manusia berdasarkan
keanekaragaman suku dan bangsa. Sebelumnya ketika Khilafah Islamiyyah masih
tegak ummat Islam hanya memahami manusia berdasarkan pembagian yang Allah
gambarkan di dalam Al-Qur’an, yaitu manusia beriman (Al-Mu’minun) dan manusia
kafir (Al-Kafirun).
Ketika Khilafah masih tegak ummat Islam tidak
mengenal adanya pemisahan antara urusan agama dengan berbagai urusan kehidupan
sehari-hari, termasuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak ada
pemisahan antara kehidupan beragama dalam tataran kehidupan individual maupun
sosial. Namun semenjak faham negara-aqidah dihapuskan lalu diganti dengan
ideologi nasionalisme mulailah kaum muslimin mengalami pergeseran tolok ukur.
Aqidah Islam yang sebelumnya dijadikan sebagai perekat utama masyarakat
dilokalisir menjadi sebatas keyakinan individual muslim. Sedangkan masyarakat
diarahkan untuk menjadikan etnisitas kebangsaan sebagai perekat kehidupan
sosial. Seolah agama hanya berlaku dalam tataran pribadi, sedangkan dalam
tataran sosial agama harus dikesampingkan. Kemudian muncullah ajaran primordial
kebangsaan yang menggantikan agama sebagai identitas dan perekat sosial.
Dalam buku Petunjuk Jalan bab Tumbuhnya Masyarakat
Islam dan Ciri Khasnya, Sayyid Qutb menulis: ”Sesungguhnya dakwah Islam yang
dibawa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan mata rantai
terakhir dari rangkaian dakwah dan seruan ke jalan Islam yang telah berjalan
lama di bawah pimpinan para Rasul dan utusan-utusan Allah yang mulia. Dakwah
ini di sepanjang sejarah wujud manusia mempunyai sasaran dan tujuan yang satu.
Yaitu, membimbing manusia untuk mengenal Ilah mereka yang Maha Esa dan Yang Maha
Benar, agar mereka menyembah dan mengabdi hanya kepada Ilah Yang Maha Esa dan
mengubur segala penuhanan terhadap sesama makhluk.
Seluruh umat manusia kecuali segelintir orang saja,
tidak ingkar dengan dasar ketuhanan dan tidak menafikan wujudnya Tuhan; tetapi
mereka salah pilih dalam hal mengenal hakikat Tuhan yang benar. Mereka
menyekutukan Tuhan yang benar dengan tuhan-tuhan yang lain. Bisa dalam bentuk
ibadat dan akidah, atau pun dalam bentuk ketaatan di bidang pemerintahan dan
kekuasaan.
Dua bentuk itu adalah SYIRIK yang bisa menyebabkan
manusia keluar dari agama Allah. Padahal para Rasul sudah mengenalkan Allah
swt. kepada mereka. Tapi, mereka mengingkariNya setelah berlalu beberapa masa
dan generasi. Mereka pun kembali ke alam jahiliyah, kemudian kembali
mensyirikkan Allah, baik dalam bentuk akidah dan ibadat, atau dalam bentuk
ketaatan di bidang pemerintahan, atau pun di dalam dua bentuk itu sekaligus.
Inilah dia tabiat dakwah ke jalan Allah di sepanjang
sejarah umat manusia. Ia mempunyai tujuan dan sasaran yang satu yaitu “ISLAM
(MENYERAH)” di dalam pengertian penyerahan diri sepenuhnya, penyerahan diri dan
kepatuhan para hamba kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam, menarik umat
manusia keluar dari mengabdikan diri kepada sesama hamba Allah, kepada suasana
menyembah dan mengabdikan diri kepada Allah SWT, membawa mereka keluar dari
sikap patuh dan tunduk kepada sesama hamba Allah di dalam urusan peraturan
hidup dan pemerintahan, nilai-nilai dan kebudayaan, untuk bersikap patuh dan
tunduk kepada kekuasaan pemerintahan dan peraturan Allah saja di dalam semua
urusan hidup.”
Untuk inilah Islam datang melalui Nabi Muhammad
shollallahu ’alaih wa sallam sebagaimana ia datang melalui para Rasul sebelum
beliau. Ia datang untuk membawa umat manusia patuh kepada kekuasaan dan
pemerintahan Allah seperti seluruh alam ini berjalan mengikuti landasan
peraturan Allah.”
Sebuah masyarakat Islam berbeda samasekali dari
masyarakat Jahiliyyah. Masyarakat Islam berdiri di atas fondasi aqidah La Ilaha
Illa Allah, keyakinan bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya tempat memuja,
memuji, memohon pertolongan, menyerahkan kepatuhan dan loyalitas total.
Penghambaan kepada Allah bukan tercermin dalam urusan ibadah ritual-formal
belaka. Tetapi ia juga tercermin dalam aspek nilai-nilai moral serta
hukum-hukum pribadi maupun sosial yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan sebuah masyarakat Jahiliyyah berdiri di
atas fondasi bahwa sesama manusia pantas untuk dipuji, dipuja, dimintai
pertolongannya, diserahkan kepatuhan dan loyalitas kepadanya. Oleh karenanya di
dalam masyarakat seperti ini akan selalu hadir para thaghut, yaitu fihak yang
sedikit saja memperoleh kekuasaan lalu berlaku melampaui batas sehingga
menuntut ketaatan dari para rakyatnya, pengikutnya, muridnya, bawahannya. Dalam
sejarah kemanusiaan Allah abadikan di dalam AlQur’an gambaran sosok thaghut
paling ideal yaitu Fir’aun. Fir’aun telah sedemikian rupa berlaku sombong
sehingga sampai hati memproklamirkan dirinya di hadapan rakyat Mesir yang ia
pimpin dengan kalimat: ”Akulah tuhan kalian yang Maha Mulia.”
Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian
dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan
(pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata:
“Akulah tuhanmu yang paling tinggi”. (QS AnNaziat ayat 21-24)
Itulah sebabnya mengapa segenap para Nabi dan Rasul
utusan Allah menyampaikan suatu seruan universal yang berlaku sepanjang zaman.
Yaitu seruan kepada umatnya masing-masing agar menyembah Allah semata dan
menjauhkan diri dari para thaghut.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu.” (QS An-Nahl ayat 36)
Politik Islam adalah politik syar’i. Ia merupakan
politik yang berlandaskan konsepsi mendasar aqidah Islamiyyah, yaitu La Ilaha
Illa Allah, keyakinan bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya tempat memuja,
memuji, memohon pertolongan, menyerahkan kepatuhan dan loyalitas total. Politik
Islam pasti akan menghantarkan masyarakat untuk membentuk diri menjadi
masyarakat Islam. Sedangkan politik jahiliyyah merupakan politik yang tidak
syar’i. Politik jahiliyyah akan menghasilkan tumbuhnya sebuah masyarakat
jahiliyyah lengkap dengan suburnya eksistensi para thaghut di dalamnya. Politik
seperti ini akan menyebabkan manusia sadar tidak sadar menghamba kepada sesama
manusia.
Mengomentari kondisi realita umat Islam dewasa ini
semenjak tidak lagi hidup di bawah naungan sistem Khilafah Islamiyyah yang
telah runtuh 85 tahun yang lalu, maka Said Hawwa dalam kitabnya Jundullah
menulis:”Akibatnya, hilanglah Islam dari kehidupan manusia secarahampir
sempurna. Hilanglah sistem politiknya, dan hilanglah konsepnya dari umat, untuk
digantikan dengan konsep nasionalisme. Konsepnya hilang dari negara, untuk
digantikan dengan konsep lain. Juga hilang dari ruang pengadilan, untuk
digantikan yang lain. Syariatnya hilang digantikan dengan perundangan lain.
Konsepnya hilang dari ruang-ruang permusyawaratan, untuk digantikan konsep
demokrasi Timur atau Barat. Konsepnya hilang dari kekuasaan eksekutif
untukdigantikan dengan konsep jahiliah secara total. Konsepnya hilang dari
partai-partai yang Rabbani untuk digantikan oleh sistem kepartaian jahiliah.”
Saudaraku, marilah dengan penuh kesabaran kita
meniti kembali jalan perjuangan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para
sahabat ketika mereka masih tertindas di kota Mekkah sebelum hijrah ke Madinah.
Marilah kita pelajari kembali bagaimana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan
para sahabat berjuang tanpa sedikitpun berfikir untuk berkompromi dengan sistem
jahiliyyah dan para thaghutnya ketika mereka masih lemah sekalipun. Sebab
mereka hanya punya satu cita-cita, yaitu mengembalikan hati manusia ke dalam pangkuan
aqidah kalimat tauhid dimana manusia diajak untuk hanya menghamba kepada Allah
dan tunduk kepada syariatNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para
sahabat tidak pernah sejenakpun bertoleransi dengan aqidah kemusyrikan dan
tunduk kepada sistem jahiliyyah yang berlaku, betapapun resikonya mereka
terpaksa mengalami berbagai ujian, tekanan, penyiksaan, penindasan bahkan
pembunuhan.
Saudaraku, bagaimanapun kita perlu memahami bahwa
Politik Islam tidaklah sama dengan Politik Jahiliyyah. Berbeda satu sama lain
dalam hal landasan keyakinannya, semangatnya, fikrah-ideologinya, sistem
pembentukannya, budayanya, tingkah-laku para pelakunya. Yang jelas, keduanya
sangat berbeda secara fundamental dalam hal siapa yang dijadikan pusat
kesetiaan, penghambaan dan ketergantungan. Politik Islam sejak hari pertama
telah memproklamirkan dirinya sebagai sebuah mega-proyek untuk pembebasan
manusia dari penghambaan sesama manusia untuk hanya menghamba kepada Allah
semata. Sedangkan Politik Jahiliyyah menjadikan sesama manusia sebagai tempat
menyerahkan loyalitas, ketaatan dan ketergantungan sehingga suburlah di
dalamnya para thaghut…!!
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar
itu adalah benar dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah
kepada kami bahwa yang batil itu adalah batil dan berilah kami kekuatan untuk
menjauhinya. Amin.
Smber: eramuslimdotcom
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment
Anda boleh berkomentar sesuai dengan tema artikel di atas. Lain dari itu, komentar Anda tidak akan dipublikasikan. Terimakasih.