artikel
dakwah
kajian
new
Antara Demokrasi, Komunis dan Khilafah
Monday, December 11, 2017
0
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah
ad dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi
orang-orang musyrik ad dien yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
ad dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (dien)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Asy Syuuroo [42] : 13)
Di dunia saat ini secara de facto dan de jure berlaku secara
luas dua bentuk sistem kepemimpinan, yaitu; sistem demokrasi dengan ekonomi
kapitalisme dan sistem komunis dengan tata kelola ekonomi sosialisme-nya.
Keduanya adalah sistem bentukan manusia yang lahir semata atas kemampuan daya
nalar mereka dalam merespon kebutuhan hidup pada tataran sosial kemasyarakatan.
Karena sepenuhnya mereka sadar bahwa manusia bukan hanya makhluk pribadi tapi
juga makhluk sosial yang karenanya membutuhkan pola interaksi dengan
lingkungannya di segala bidang kehidupan; baik sosial, politik, ekonomi,
pertahanan keamanan, militer, kebudayaan dan lain-lain.
SISTEM DEMOKRASI.
Dalam sejarah peradaban manusia, demokrasi muncul sejak
zaman Yunani Kuno di mana rakyat memandang kediktatoran sebagai bentuk
pemerintahan terburuk. Sejak dahulu, demokrasi diakui banyak orang sebagai
sistem nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan umat manusia,
karena memang pembandingnya adalah sistem monarchy absolute yang kejam dan
dzalim.
Abraham Lincoln adalah presiden Amerika Serikat (AS) pertama
yang pernah mengatakan, bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
Sebenarnya, demokrasi di Yunani sendiri pernah “tidak laku”
bahkan menghilang selama ratusan tahun. Baru kemudian muncul kembali di
Perancis saat terjadi revolusi Perancis atas kepeloporan dari Baron de La Brède
et de Montesquieu (lahir 18 Januari 1689 – meninggal 10 Februari 1755).
Montesquieu terkenal dengan teorinya mengenai pemisahan kekuasaan yaitu Trias
Politika dimana kekuasaan dibagi menjadi Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Ia juga yang mempopulerkan istilah“feodalisme” terhadap kekaisaran Byzantium.
Pasca diserangnya penjara Bastille di Perancis dan runtuhnya
sistem kerajaan, semua lapisan masyarakat menyambut demokrasi di atas
angan-angan mereka akan kesempatan yang sama untuk menjadi penguasa layaknya
raja. Hanya saja mereka menghadapi kendala terbesar dari kalangan raja-raja
yang tidak rela menyerahkan kekuasaannya begitu saja sehingga sekali lagi
sistem demokrasi pun “hilang” akibat krisis perebutan kekuasaan yang terus
berlangsung, yang mengembalikan Perancis (lagi) pada sistem monarki dengan
berkuasanya Napoleon Bonaparte sebagai kaisar.
Ditemukannya benua Amerika yang memang kosong dari kekuasaan
seorang kaisar dengan penduduk asli yang masih primitive memberi ruang kepada
masyarakat Eropa yang ingin mendapatkan kebebasan. Mereka berbondong-bondong
“hijrah” ke Amerika untuk membangun negara baru dengan dasar kebebasan.
Perancis kemudian menghadiahkan patung Liberty (kebebasan) di New York sebagai
simbol penyambutan kepada para pencari kebebasan. Sampai hari ini, AS telah
dianggap sebagai manivestasi dari negara demokrasi yang (konon) ideal dan
menjadi rujukan bagi banyak negara di dunia.
Namun apa pasal? Dibidang politik, demokrasi yang menjadikan
kekuasaan tanpa batas kepada rakyat, telah menjerumuskan para pemimpin mereka
kepada kehilangan legitimasi atas rakyat yang dipimpinnya, sehingga atas nama
rakyat para wakil mereka yang duduk di lembaga legislatif dengan mudah
menjatuhkan pemimpin yang sedang berkuasa atau lewat apa yang dinamakan dengan
“parlemen jalanan”. Kelompok masyarakat bebas menyampaikan aspirasi
sebebas-bebasnya di luar parlemen dan menghujat para pemimpin tanpa standar
akhlak dan nilai moral serta memaksa mereka (para pemimpin) untuk turun dari
tampuk kekuasaan, jika pemimpinnya tidak memenuhi hak-hak mereka.
Dibidang ekonomi, kapitalisme sebagai anak kandung demokrasi
juga ikut menjadi sebab hilangnya legitimasi seorang pemimpin. Mekanisme pasar
sebagai panglima ekonomi (bukan pemerintah) telah melahirkan raja-raja dari
para pemodal besar dan para korporat yang mengendalikan perjalanan ekonomi
sebagai nafas pembangunan. Pekerja (buruh) lebih mentaati para juragan mereka
ketimbang para pemimpin politik (penguasa) sebuah negara
Di AS, mereka yang bisa lolos sebagai calon maupun terpilih
menjadi seorang presiden AS sejatinya adalah pilihan para pemimpin korporasi
besar yang didominasi Yahudi. Karenanya, para pemodal besar memang lebih suka
pada kapitalisme yang telah bermetamorfosis menjadi Neo liberalisme hari ini,
dengan konsekwensi pemodal kecil dan rakyat jelata hanya akan menjadi debitor
(peminjam/ penghutang) yang terus terikat pada jerat ribawi. Para pakar menilai
hal inilah yang selama ini menimbulkan ketidak stabilan dalam ekonomi dunia
yang sering disebut denganRandom Walk, yaitu suatu istilah statistik yang
menggambarkan langkah-langkah yang tidak berpola, seperti langkah orang yang
sedang mabuk berat.
Fenomena ini persis seperti yang digambarkan oleh Al Qur’an:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah [2]:
275).
Menyadari peran korporasi yang terlalu besar, AS, menurut
mantan Menkeu RI, Sri Mulyani (Mei 2009), telah menggunakan sistem yang disebut
“Regulated Economy”, yaitu ekonomi dengan kontrol pemerintah yang ditandai
dengan campur tangan Presiden Barrack Obama yang menekan pemimpin General Motor
(GM) agar mengundurkan diri. Selain itu juga adanya kucuran dana segar dari
pemerintah untuk menolong AIG (American International Group) yang hampir kolap
pada tahun 2008 sebagai bentuk proteksi.
Hal ini menunjukkan pada kita bahwa penganut demokrasi dan
kapitalisme sendiri sudah tidak yakin dengan apa yang menjadi pegangan mereka
selama ini.
SISTEM KOMUNIS.
Kendatipun lahir di Eropa barat dari tangan seorang Karl
Heinrich Marx atau biasa dikenal dengan Karl Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 –
London, 14 Maret 1883), ajaran komunisme dengan sistem ekonomi sosialisme-nya
merasuki Albania dan Rumania. Menemukan lahan suburnya di Eropa timur dan Asia,
seperti di Uni Soviet (sekarang Russia), Cina, hingga Asia tenggara bahkan
sempat menancapkan kukunya di Indonesia lewat Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebenarnya permasalahan inti di Uni Sovyet (Russia) dan
Eropa saat itu adalah sama, yaitu kekuasaan kaum feodal atau para tuan tanah
“bekerja sama” dengan para Tzar (kaisar/raja) dan prajurit kerajaan untuk
menguasai rakyat jelata yang bekerja sebagai buruh tani dan pekerja serabutan.
Sementara kekuasaan agama (gereja) lebih memihak pada penguasa dan kaum feodal
yang arogan dan kejam. Sehingga atas permusuhannya terhadap agama, ideologi
komunisme pun “lahir kembar” dengan atheisme yang menolak mempercayai tuhan.
Menurut paham ini manusia adalah “binatang yang cerdas” yang
berasal dari materi, seperti air, daging, tulang dan lain-lain hingga membentuk
tubuh dan hidup. Paham ini berkembang lewat indoktrinasi dan propaganda, juga
berkembang lewat kekerasan dan peperangan. Uni Soviet misalnya, didirikan lewat
peperangan dan kekerasan, negara-negara kecil dipaksa untuk bergabung. Oleh
sebab itu, Lenin dan Stalin bukan hanya dikagumi tapi juga ditakuti dan dibenci
oleh banyak pihak. Terutama Stalin, ia hidup dalam rasa takut untuk dibunuh
secara kekerasan (ditembak senjata api atau dengan senjata tajam), maupun takut
diracun lewat makanan.
Momen penting dari formalisasi sistem komunis dalam sebuah
negara di era modern adalah ketika Mao Tse-Tung (Zedong) sebagai pejuang besar
komunis memproklamirkan Republik Rakyat Cina (RRC) di Tiananmen pada tanggal 1
Oktober 1949, sebagai negara komunis terbesar di dunia.
Prinsip komunisme dengan sosialisme yang menempatkan
mekanisme ekonomi ditangan negara men-syaratkan negara memiliki modal besar
untuk mem-backup semua kegiatan ekonomi agar bisa mandiri sebagai sebuah negara
yang sekaligus pengelola bisnis. Syarat lainnya adalah nasionalisasi perusahaan
besar. Hal ini menjadi momok menakutkan bagi para investor asing dan lokal
untuk berinvestasi di negara komunis, karena khawatir akan diambil alih oleh
negara. Kekhawatiran lain dari para investor adalah jika harus berhadapan
dengan para pemimpin yang korup dan tidak jujur, bisa saja melakukan upaya
busuk demi kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan dalih nasionalisasi.
Hal-hal itulah yang sempat memperburuk ekonomi China dalam
beberapa dekade, sampai mereka mampu bangkit setelah mengambil tindakan
strategis dengan menegakkan:
(1). Pemerintahan yang bersih dan tegas,
(2). Kepemimpinan tunggal (mono leadership),
(3). Penekanan pada perlunya ketegasan akan Loyalitas dan
dedikasi,
(4). Mayoritas hasil untuk pemerintah, demi kemajuan
bersama,
(5). Gaji karyawan dan biaya produksi yang cukup rendah.
Sedangkan dalam bidang politik, China yang telah menempatkan
kekuasaan tertinggi di tangan 3 unsur (Presiden, Panglima Angkatan Bersenjata
dan Sekjen Partai Komunis) menyadari riskannya keadaan tersebut. Sehingga
uniknya kini ketiga posisi tersebut dipegang oleh satu orang, yaitu; Hu Jin
Tao. (Buku: Agenda Terror Dajjal 2013, Dr. Wang Xiang Jun., Ph.D, Pustakan
Solomon, 2010). Hal ini bertolak dari kesadaran mereka akan pentingnya
kepemimpinan tunggal (mono leadership).
SISTEM KHILAFAH YANG TRANSPARAN DAN SEIMBANG (ADIL)
Sadar akan kekurangan yang melahirkan berbagai kegagalan,
para pelaku dari kedua sistem kemudian melakukan berbagai upaya dalam
menyempurnakan diri. Uniknya, ternyata apa yang mereka cari sesungguhnya dapat
ditemukan kesempurnaannya dalam sistem Khilafah, baik duniawi maupun ukhrawi,
materi dan spiritual sekaligus, yaitu sistem yang wujud atas pelaksanaan
perintah Allah, yang telah dicontohkan pula oleh Rasulullaah dan para sahabat
serta diikuti dengan baik oleh para generasi setelahnya.
Rasulullaah saw bersabda:
“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi,
setiap mati seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan sesudahku ini tidak ada
lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan bertambah
banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada
kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang
pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguh nya Allah akan
menanyakan apa yang digembala kannya.” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih
Al Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi: IV/206)
Berbagai prinsip dalam sistem Khilafah diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. DasarnyaTauhid.
Dengan dasar ini kepemimpinan Khilafah akan senantiasa
mengarahkan ummatnya untuk selalu meng-esakan Allah, menjauhkan mereka dari
segala bentuk kesyirikan dan perpecahan untuk semata tunduk dan patuh serta
bersatu dibawah kepemimpinan seorang Khalifah.
Allah SWT berfirman:
dan Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka. (QS. Ar Ruum [30]:31).
Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem lain selain
Khilafah, kehancuran mereka pun berawal dari tidak adanya keimanan mereka
terhadap semua perintah dan larangan Allah, hukum mereka pun tentu saja adalah
hukum kufur yang justeru mengundang laknat Allah SWT.
2. Kepemimpinan tunggal.
Dimana kekuasaan dan wewenang dalam perintah dan eksekusi
setiap kebijakan berada ditangan satu orang, yaitu Khalifah yang didukung oleh
para pembantu yang mumpuni dibidangnya.
Sistem ini tidak memperbolehkan adanya dualisme kepemimpinan
dalam satu kesempatan, Rasulullaah SAW bersabda:
“Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka
bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).” (HR. Muslim dari Abi
Sa’id Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137).
3. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang strategis oleh
pemerintah
Dalam sistem Khilafah pengelolaan SDA yang strategis dan
menyangkut hajat hidup orang banyak seperti; tambang emas, tembaga, sumber
hutan, sumber daya air dan energy harus dilakukan oleh jama’ah lewat badan
usaha yang mempekerjakan para ahli yang dipilih sesuai bidangnya, tidak boleh
dilakukan oleh swasta baik dalam negeri maupun asing.
Hal ini berdasarkan petunjuk baginda Nabi yang mengatakan
bahwa: “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang gembalaan (hutan) dan
api (energy)” (HR. Abu Dawud).
Diceritakan dalam sebuah hadits riwayat Imam At Turmidzi
dari Abyadh bin Hamal, bahwa Abyadh bin Hamal sendiri pernah meminta izin
kepada Rasulullah untuk mengelola sebuah tambang garam. Rasulullah meluluskan
permintaan tersebut, sampai diingatkan oleh para sahabat, “Wahai Rasulullah,
tahukah anda apa yang anda berikan kepadanya? Sesungguhnya anda telah
memberinya sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu).” Rasulullah
kemudian bersabda; “Tariklah tambang tersebut darinya (Abyadh bin Hamal)”.
Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya
sangat banyak dengan “air yang mengalir”, sehingga keberadaannya menjadi
potensial dan terkait hajat hidup orang banyak yang seharusnya tidak dikelola
oleh swasta (private), tapi oleh jama’ah.
Jika semua potensi dimana rakyat berserikat di dalamnya
dikelola swasta maka kaidah berdaganglah yang akan berjalan, yaitu menggunakan
modal sekecil-kecilnya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Konsekwensinya, rakyat harus menanggung resiko mendapatkan
barang produksi yang mahal. Untuk itu, swasta dipersilahkan mengelola usaha
yang terkait dengan kebutuhan sekunder masyarakat dengan tetap dibawah kontrol
Khalifah dan jajarannya, dengan prinsip memberi kemudahan bagi masyarakat.
Rasulullah SAW bersabda: “Mudahkanlah mereka dan janganlah
kalian persulit.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
4. Sistem ekonomi yang non ribawi.
Dalam sistem ekonomi Islam, basisnya adalah perangkat Baitul
Maal yang akan menampung potensi dana zakat, infaq dan lain-lain dari ummat
yang cukup besar sesuai dengan jumlah ummat Islam yang juga sangat besar.
Baitul Maal pula yang menjadi sumber permodalan dalam sistem Khilafah untuk
mengelola kepemimpinan dan perusahaan jama’ah sebagaimana kami sebut diatas,
termasuk di dalamnya adalah untuk bantuan permodalan bagi rakyat yang terlibat
dalam usaha-usaha mikro kecil sebagai pinjaman tanpa bunga yang memberdayakan
mereka. Insya Allah!.
Penutup.
Belumkah tiba-kah waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al Kitab kepadanya, Kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik. (QS. Al Hadid [57]: 16).
Oleh: Ahmad MS
Sumber: KhilafatulmusliminCom
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment
Anda boleh berkomentar sesuai dengan tema artikel di atas. Lain dari itu, komentar Anda tidak akan dipublikasikan. Terimakasih.